MASIH ADAKAH BIDANG STUDI BAHASA JAWA DI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR ?





Surabaya,- Nuswantoro Pos.com Oleh
Novita Aprilianti, S. Pd.
Mahasiswi S2 TEP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 23 Surabaya


Kekhawatiran terhadap eksistensi bidang studi bahasa Jawa yang dirasakan oleh guru bidang studi tersebut bukan tidak berdasarkan alasan. Di era gempuran budaya dan bahasa asing yang lebih membudaya, serta respon siswa, wali murid, bahkan sekolah yang memandang sebelah mata bahasa Jawa. Lantaran itu, semakin menambah kekhawatiran guru akibat tergeser, melebur, dan hilangnya bidang studi bahasa Jawa.
Kekhawatiran tersebut serasa menambah bara api yang tak kunjung padam di hati guru bidang studi bahasa Jawa, justru semakin berkobar. Mengapa? Hal ini, setelah diketahui bahwa formasi PPPK tahun 2021 untuk guru lulusan bahasa Jawa tidak berdiri sendiri, namun dijadikan satu dengan formasi guru Seni Budaya. Semakin abu-abu masa depan bidang studi bahasa Jawa yang dirasakan guru.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah pada Selasa 22 Februari 2022 melalui kanal YouTube Kemendikbud. Peluncuran program ini bertujuan untuk mencegah kepunahan beberapa bahasa daerah di tanah air. Kebijakan ini seolah menjadi angin segar dan pemadam kobaran api yang dirasakan para guru.

Revitalisasi bahasa daerah yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), merupakan salah satu dari program pelindungan bahasa daerah yang bertujuan untuk menggelorakan kembali penggunaan bahasa daerah dalam berbagai ranah kehidupan sehari-hari dan meningkatkan jumlah penutur muda bahasa daerah.

Revitalisasi bahasa daerah dapat dilaksanakan dengan berbasis sekolah, komunitas, dan keluarga. Kekhawatiran guru akan hilangnya bidang studi bahasa Jawa bisa tercerahkan dengan adanya peluncuran program revitalisasi bahasa daerah tersebut. Ada tiga spektrum model revitalisasi Bahasa Daerah, yaitu model A, B, dan C.

Bahasa Jawa sendiri masuk dalam spektrum model A. Adapun yang dimaksud model ini, yakni daya hidup bahasanya masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, dan masih digunakan secara dominan di masyarakat. Untuk model A, revitalisasi dilakukan melalui pembelajaran di sekolah secara integratif dan adaptif melalui pembelajaran muatan lokal atau ekstrakurikuler.

Menurut Kemendikbudristek dalam unggahannya pada website https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id, Kemendikbudristek ingin mengubah paradigma bahwa anak muda yang mengenal dan mempraktikkan bahasa daerah merupakan suatu hal yang biasa, dan dengan mengenal bahasa daerah maka mereka turut menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah yang menjadi kekayaan bangsa. Hal tersebut menjawab kekhawitaran guru bahwa bidang studi bahasa Jawa akan terus ada dan diajarkan di sekolah.

Tujuan akhir yang diharapkan tidak hanya tercapainya tujuan pembelajaran di sekolah, akan tetapi juga akan diwujudkan dengan program festival berjenjang di tingkat kelompok, satuan pendidikan, hingga kabupaten/kota dan provinsi. Festival tersebut bertajuk ‘Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI)’, dengan melaksanakan berbagai macam kegiatan secara berjenjang dari sekolah di kecamatan sampai ke provinsi. Para juara akan diumumkan dan mendapatkan apresiasi dari Kemendikbudristek.

Tentunya program ini akan melibatkan partisipasi guru pendamping, pegiat bahasa daerah dan pemerintah daerah.Terdapat berbagai macam materi dalam Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI), yaitu: membaca & menulis aksara daerah, menulis cerita pendek, membaca dan menulis puisi (sajak, gurit), mendongeng, pidato, tembang tradisi(pupuh, macapat),dan komedi tunggal (stand up comedy). Festival ini benar-benar kekinian bagi generasi berikutnya serta social media friendly. Seperti kata Kepala Badan Bahasa, Prof. Endang Aminudin Aziz, M.A., Ph.D., “ini bukannya hanya untuk melindungi dan merestorasi bahasa daerah tetapi juga untuk berinovasi bagi para milenial sehingga mereka merasa cool menggunakan bahasa daerah. Ini merupakan suatu paradigma yang harus didorong di masyarakat.”

Dengan adanya program nyata yang didukung pemerintah tersebut membuat para guru bidang studi bahasa Jawa bertambah keyakinan dan kebanggan sendiri dalam mengajar. Selama ini banyak timbul pertanyaan ketika guru mengajar, entah dari peserta didik, bahkan dari dalam hati guru bahwa implementasi pengajaran bahasa Jawa sampai di mana dan untuk apa? Karena adanya program tersebut membuat kepercayaan diri guru bidang studi terbangun sekaligus membangun pula kepercayaan diri peserta didik dalam mempelajari dan memakai bahasa Jawa.

Dalam praktiknya, pemerintah pusat tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan pemerintah setempat dalam revitalisasi bahasa daerah ini. Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Peraturan Gubernur No. 19 tahun 2019 tentang Mata Pelajaran Bahasa Daerah sebagai Muatan Lokal Wajib di Sekolah/Madrasah. Peraturan gubernur tersebut sebagai payung hukum, sekaligus menjawab keraguan bahwa bidang studi bahasa Jawa tidak lebur, apalagi hilang dari Kurikulum Merdeka Belajar. @ Burhan
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url